Rabu, 09 September 2009

LELAKI AKHIRAT

Kalau butir-butir kurma ini harus kutelan semua baru maju berperang… oh betapa
jauh sungguh jarak antara aku dengan surga.”

Itulah ungkapan seorang sahabat ketika mendengar Rasulullah saw. bersabda
menjelang berkecamuknya perang Badar: ” Majulah kalian semua menuju surga yang
luasnya seluas langit dan bumi.”
Kecermelangan sahabat-sahabat Rasulullah saw, serta semua manusia Muslim agung
yang pernah memenuhi lembaran sejarah kejayaan umat ini, sesungguhnya difaktori
salah satunya oleh “hadirnya” akhirat dan semua makna yang terkait dengan kata ini
dalam benak mereka setiap saat.
Lukisan kenikmatan surga meringankan semua beban kehidupan duniawi dalam diri
mereka. Lukisan kenikmatan surga meringankan langkah kaki mereka menyusuri napak
tilas perjuangan yang penuh onak dan duri. Tak ada duri yang sanggup menghentikan
langkah mereka. Sebab duri itu justru memberinya kenikmatan jiwa saat jiwa duniawinya sedang bermandikan sungai surga. Lukisan kenikmatan surga melahirkan semua
kehendak dan kekuatan yang terpendam dalam dasar kepribadiannya. Tak ada
kehendak akan kebaikan yang tak menjelma jadi realita. Tak ada tenaga raga yang
tersisa dalam dirinya, semua larut dalam arus karya dan amal.
Lukisan kedahsyatan neraka memburamkan semua keindahan syahwati dalam
pandangan hatinya. Lukisan kedahsyatan neraka mematikan semua kecenderungan
pada kejahatan. Sebab kejahatan itu sendiri telah berubah menjadi neraka dalam
jiwanya, saat sebelah kakinya telah terjerembab ke dalam neraka dengan satu
kejahatan, dan kaki yang satu akan menyusul dengan kejahatan kedua. Lukisan
kedahsyatan neraka menghilangkan semua rasa kehilangan, kepahitan dan penyesalan
dalam dirinya saat ia mencampakkan kenikmatan syahwati.
Lukisan surga dan neraka memberi mereka kesadaran yang teramat dalam akan waktu.
Makna kehidupan menjadi begitu sakral, suci, dan agung ketika ia diletakkan dalam
bingkai kesadaran akan keabadian. Kaki mereka menapak di bumi, tapi jiwa mereka
mengembara di langit keabadian. Dari telaga keimanan ini mereka meneguk semua
kekuatan jiwa untuk dapat mengalahkan hari-hari. Seperti apakah kenikmatan yang bisa
diberikan syahwat duniawi kepadamu, jika engkau letakkan dalam neraka jiwamu.
Sepeti apa pulakah kepahitan yang dapat diberikan penderitaan duniawi kepadamu, jika
ia engkau simpan dalam surga jiwamu.
Lukisan surga dan neraka yang memenuhi lembaran surat-surat Makkiyah, terkadang
dipapatkan Allah swt. dengan gaya ilmiah yang begitu logis. Sama seperti ia terkadang
melukiskannya dengan gaya deskripsi, begitu sastrawi dan menyeni, seindah-indahnya
atau semengeri-ngerikannya. Lukisan pertama menyentuh instrumen akal dan
melahirkan ‘ al-yaqin ‘ akan kebenaran hari kebangkitan (akhirat). Lukisan kedua
menyentuh hati dan selanjutnya diharapkan melahirkan ‘ khaufan wa thama’an ‘.
Begitulah al-iman bil yaumil akhir itu menjadi telaga tempat kita meneguk semua
kekuatan jiwa untuk berkarya. Begitulah al-iman bil-yaumil akhir itu menjadi mesin yang
setiap saat ‘ memproduksi ‘ watak-watak baru yang positif dan islami dalam struktur
kepribadian kita.
Untuk ‘ memfungsikan ‘ keimanan ini seperti ini, kita harus ‘ menghadirkan ‘ maknanya
setiap saat dalam benak dan hati kita. Sebab “… dari makna-makna kubur inilah akan
lahir akal yang kuat dan tegar bagi sang kehendak “, kata Musthafa Shidiq Ar-Rafi’i.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar