Selasa, 03 Februari 2009

Cinta dari Maslahat Pribadi

Oleh Anis Matta

Memang gagah laki-laki itu. Tinggi, besar, ganteng dan seorang pemberani. Ia senang berburu. Dan ia memanjakan kegemaran pribadinya itu sejauh yang bisa ia lakukan.

Maka ia pun berburu ke seluruh tempat perburuan di manca negara: Afrika, Amerika, Kanada, Asia Tengah, Eropa Timur, dan lainnya. Meskipun untuk setiap kali berburu ia harus mengeluarkan uang ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah.

Bukan cuma itu. Ia juga mengoleksi hasil buruannya dalam sebuah galeri besar: bangunan berlantai tiga. Walau pun galeri ini terletak di Medan, tapi mungkin bahkan yang terbesar di Asia. Maka tidak heran kaiau untuk semua itu ia tercatat sebagai salah seorang the great hunter di jagad ini.

Orang-orang melakukan kerja-kerja besar bahkan raksasa, mengerahkan semua pikiran, energi, waktu dan sumber daya lainnya untuk sesuatu yang ia gemari, sesuatu yang ia senangi, sesuatu yang ia cintai.

Kita sebut ini hobi. Tapi sumber energinya adalah cinta. Itu yang menjelaskan mengapa hasilnya selalu besar, selalu spektakuler, selalu luar biasa, selalu menakjubkan.

Jadi hobi adalah kegemaran, kesenangan dan cinta yang bermuara pada hajat dan maslahat pribadi seseorang. Maslahat pribadi itu biasanya benar-benar pribadi. Misalnya dalam kasus perburuan ini adalah kepuasan batin, eksplorasi perasaan kejantanan dan maskulinitas, kebanggaan dan keberanian, semangat petualangan dan seterusnya. Biasanya juga tidak merusak orang lain atau kepentingan publik. Karena orientasinya adalah pemuasan pribadi.

Tapi kadang-kadang maslahat pribadi itu bisa juga terkait dengan maslahat umum yang lebih besar. Misalnya jika kegemaran berburu itu dilakukan dalam kerangka konservasi alam dan hasilnya untuk kepentingan pendidikan bagi publik. Atau perburuan barang-barang antik dari para kolektornya untuk kemudian disimpan dalam sebuah museum pribadi tapi bisa dinikmati publik.

Kadang juga tidak bisa dikaitkan sama sekali dengan maslahat publik. Tapi sumber energinya bisa dialihkan pada pekerjaan lain yang lebih bermanfaat bagi publik.

Sebab hobi adalah sumber energi yang sangat dahsyat dalam diri seseorang. Misalnya jika kita bisa mengalihkan hobi para pencinta binatang kepada pencinta manusia. Maka kegemaran merawat, melindungi, dan memelihara binatang dialihkan menjadi perawatan, perlindungan dan pemeliharaan manusia.

Hasilnya bisa sama dahsyatnya. Misalnya dalam bidang aktivitas sosial atau pendidikan.

Cerita itulah yang mengawali perubahan hidup dari seorang da’i besar abad lalu: Umar Tilmsani.
Mursyid Am ketiga Ikhwanui Muslimin ini pada mulanya adalah seorang pencinta binatang. Areal rumah pribadinya yang hampir satu hektar dipenuhi dengan binatang peliharaannya. Dan ia sedang bermain dengan binatang-binatang itu ketika sekelompok pemuda dakwah mendatanginya dalam kerangka rekrutmen dakwah.

Mereka tidak banyak bicara soal dakwah. Mereka justru ikut bicara soal binatang. Tapi di ujung pertemuan itu mereka mengeluarkan sebuah komentar yang kemudian mengubah seluruh hidup Umar Tilmsani. Mereka berkata pada beliau, “Seandainya kegemaran memelihara binatang ini dialihkan kepada memelihara manusia, mungkin itu akan jauh lebih bermanfaat. Sebab manusia muslim yang memerlukan pendidikan jauh lebih banyak dan lebih penting dari binatang-binatang ini.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar